HANGGUK.COM – Patung merupakan salah satu hasil kesenian yang sudah ada sejak zaman dahulu.

Pada masa Kerajaan Koguryo, patung Budha diperkirakan sudah dibuat sejak permulaan abad ke 5 Masehi. Tidak ada peninggalan dari abad ke 5 itu yang bertahan kecuali beberapa bagian dari terakota (patung tanah liat).

Bentuk paling awal dari perwujudan Budha masa Koguryo adalah patung perunggu Budha berdiri yang disepuh.

Di badan patung itu tercantum penanggalan benda yang diperkirakan berasal dari tahun 539. Wajah yang memanjang, pakaian berkilauan, dan lingkaran cahaya yang mengelilingi kepala orang suci dipadukan dengan pola dekorasi yang terang. Ini menunjukkan pengaruh dari patung Budha Tiongkok berasal dari masa Wei (386-534/535).

Sebuah kesamaan dengan tradisi dari patung Tiongkok sebelah utara yang faktanya merupakan karakterisitik utama dari seni patung Koguryo.

Di Baekje, tipe patung Budha dari Koguryo menjadi lebih naturalistik dan tentunya mencerminkan gaya Korea. Wajah sang Budha lebih bulat dan ekspresif, dengan gaya khas disebut dengan “senyum Baekje”.

Gaya tersebut nampaknya terpengaruh model patung lebih halus berasal dari Nan pada masa Dinasti Liang (502-557). Masa itu banyak tukang pahat dari Tiongkok selatan pergi ke Baekje.

Patung Budha Maitreya sedang duduk, atau gambaran dari masa depan tentang Budha yang sedang tinggal di Surga Tushita berasal dari sumber anonim membentuk wajah bulat, tubuh terkesan feminin, dan imajinatif mewakili tukang pahat Baekje berasal dari tahun 600.

Patung Budha kayu cemara dari Kuil Koryo di Jepang memiliki ekspresi muka yang sama berikut postur tubuhnya. Atung ini diyakini berasal dari Korea berasal dari tahun 623. Hal ini kuat diyakini karena tercatat dalam Nihon shoki¸ sejarah resmi Jepang memuat kompilasi berbagai peristiwa berasal dari abad 8.

Menuju akhir masa kekuasaan Kerajaan Baekje, patung batu yang dipahat dari bentuk relief figur batu alam, muncul. Tercatat dari pertengahan abad 7, satu contohnya adalah patung batu dari Sosan di provinsi Ch’ungch’ong Selatan.

Patung ini dipercayai menjadi tritunggal dari Amitabha, atau Budha dari Surga Barat yang diapit oleh Bodhisatva Avalokiteshvara membawa permata sakral.

Silla mengikuti gaya natural Baekje namun dalam model yang lebih statis dan konservatif. Patung perunggu disepuh Budha Maitreya di Museum Nasional Korea memiliki ukuran sama dengan Patung Budha Maitreya gaya Baekje dan dalam kasus ini memiliki pose duduk sama dengan bersila sikap meditasi.

Pakaiannya, bagaimanapun sangat konvensional dan kurang imajinatif dibandingkan patung Budha Baekje. Di abad ke 7 kreasi dari seni patung Silla mengalami kemajuan. Kyongju menjadi pusat kesenian. Banyak dari patung ini terpengaruh seni patung dari awal masa Dinasti Tang di Tiongkok. Khususnya dalam karakteristik tubuh patung.

Seni Dekorasi

Logam menjadi salah satu medium yang berkembang dalam seni dekorasi di masa Tiga Kerajaan. Raja dan bangsawan mengenakan mahkota emas atau perunggu yang mengilap, serta hiasan kepala menghiasai diri mereka. Ditambah anting-anting, kalung, gelang, dan cincin terbuat dari emas, perak, perunggu, vermata, dan kaca.

Bagian terbaik ditemukan dari permata dan tanda kebesaran kerajaan berasal dari pemakaman Silla kuno. Hanya lima mahkota emas berasal dari lima makam Kyongju telah digali awal tahun 1990.

Sebagian terbesar ditemukan dalam penggalian tahun 1921 di Makam Mahkota Emas, terdiri dari lingkaran luar gelang dengan lima unsur tegak lurus dan sebuah penutup inti disertai sebuah ornamen tanduk.

Itu terbuat dari potongan emas dan tiga jenis tetumbuhan tegak lurus yang dibuat dengan gaya seni tinggi, diiringi oleh dua tanduk rusa.

Banyak bagian dari bentuk bulan sabit yang terang dari permata dipenuhi dengan elemen vertikal membelit dari semacam kawat. Memuja tetumbuhan dan tanduk rusa hampir menjadi kepercayaan universal masyarakat di wilayah Asia Tengah-Utara semasa pemerintahan Tiga Kerajaan dimulai.

Sebuah mahkota yang menghiasi kepala biasanya sama dengan miniatur rusa jantan dan tetumbuhan yang ditemukan di sebuah makam Sarmatian berasal dari wilayah utara tepi pantai Laut Hitam. Orang Sarmatia diketahui melakukan migrasi juga ke wilayah utara dan tengah Asia.

Representasi dari gaya tembikar masa Tiga Kerajaan terkesan kaku, berwarna abu-abu, tanpa lapisan kaca dari periuk-belanga Silla.

Tipe utama dari bentuk bejana adalah cangkir tinggi dan kendi dengan lehernya yang berbentuk silindris. Di kaki cangkir terdapat empat atau lebih bentuk lubang persegi.

Tentu juga banyak bentuk manusia dan hewan tergambar di tepi kendi abu-abu sebaik salah satu dari beberapa kendi yang memiliki ukuran besar.

Di Baekje ubin berwarna abu-abu dibuat di sekitar Kota Puyo abad ke 7, disertai dengan banyaknyar relief bergambar pemandangan alam yang tebal. Hal ini menyajikan bukti dari tahap awal lukisan pemandangan alam di Korea.

Masa Kerajaan Silla Bersatu (668-935)

Tahun 660 dan 668 berturut-turut Kerajaan Baekje dan Koguryo kalah dari aliansi pasukan Kerajaan Silla dan Dinasti Tang Tiongkok. Ini membuat sebuah kondisi politik dan kultural baru yang merujuk ke masa Kerajaan Silla Bersatu.

Masa ini bisa dikatakan sebagai masa keemasan dari kesenian Korea kuno. Budhisme menikmati situasi baru menguntungkan, dan banyak kuil besar dibuat di seluruh semenanjung setelah yang pertama di provinsi Kyongsang.

Pendeta dan pelajar melakukan turnoi ke Tiongkok untuk menjadi bagian dari kultur kosmopolitannya. Ibu kota Kyongju dibangun mengikuti model ibu kota Dinasti Tang, Chang’an. Dibuat secara melebar dengan jalan lurus dan pola utama seperti bentuk persegi panjang.

Di waktu ini, Korea selatan khususnya bagian tenggaranya menjadi pusat dari perkembangan kesenian. Korea Utara dengan kesenian Koguryo-nya yang sempat berkembang pesat perlahan mengalami pengurangan pengaruh.

Masaa Kerajaan Silla bersatu menyumbang pembuatan patung granit Budha paling banyak dari periode manapun di Korea. Ornaman arsitektural seperti dekorasi atap dengan desain bebungaan dan hewan memiliki kualitas tinggi.

Penempa perunggu di masa Silla Bersatu bekerja maksimal seperti membuat banyak lonceng kuil, kotak sharira yang mengandung abu dari Shakyamuni Buddha, dan patung Budha.

Menuju masa akhir kekuasaan Silla Bersatu, perunggu disuplai lebih sedikit dan patung Budha perlahan dicetak dengan logam besi. Satu lukisan Budha bertahan dan berasal dari masa Silla Bersatu. Lukisan itu menunjukkan Sang Budha tengah berkhotbah di sebuah kuil. Figur dan arsitekturnya menunjukkan garis emas yang indah di kertas berwarna biru-coklat.

Patung

Patung dari masa Silla bersatu menjadi capaian tertinggi dari gaya Naturalisme Korea dan ditandai dengan berlimpah ruahnya patung granit dari masa ini.

Selama periode pertama, patung Korea dipengaruhi secara lugas oleh patung Tiongkok bergaya Dinasti Tang awal. Silla Bersatu menunjukkan kekuatan tertentu dari gaya patungnya, mereka seringkali menunjukkan kesan patung dengan massa tubuh mengesankan.

Bagian bawah tubuh Kura-kura untuk monumen Raja Muyol (wafat 661) di Kyongju dan sebuah tritunggal Shakyamuni Budha di Kunwi menjadi contoh bagus di fase pertama periode ini. Di abad ke 8, patung masa Silla Bersatu mulai mengambil gaya naturalisitk lebih lembut.

Patung berdiri Amitabha dan Maitreya (tahun 721) dari situs Kuil Kamsan mungkin menjadi contoh tipe patung Silla Bersatu di paruh pertama abad ke 8.

Categorized in: