HANGGUK.COM – Lukisan masa Joseon naik pamornya di akhir abad ke-16 dengan didominasi pelukis istana berasal dari Kantor Lukisan Negara.
Gaya lukisan mereka mengikuti pelukis profesional istana di Tiongkok yang disebut aliran lukisan Tiongkok utara, dan dipengaruhi berrbagai unsur mulai dari aliran Guo Xi dari Bei (utara) Song, aliran Ma-Xia dari Nan (selatan) Song, dan aliran Zhe di masa Dinasi Ming, Tiongkok.
Pelukis terkenal di masa ini bernama An Kyon, Ch’oe Kyong, dan Yi Sang-chwa. Salah satu karya terbaik An Kyon berjudul Dream Journey to the Peach Blossom Land (1447 Masehi), dikerjakan dengan gaya heroik pengaruh dari Bei Song.
Lukisan ini berbentuk golongan horizontal yang menggambarkan pegunungan fantastis dan sungai dengan nuansa bunga persik di sepanjang alirannya.
Yi Am, Sin Saim-dang, dan Yi Chong adalah pelukis ahli dari periode awal Joseon. Tidak seperti pelukis istana yang menjadikan pemandangan alam Tiongkok sebagai keahlian mereka, para sarjana pelukis ini mengabdikan dirinya berkarya dengan apa yang disebut Empat Pemberani; pohon pinus, bambu, pohon prem dan anggrek.
Sama seperti subjek tradisional yang terkenal terdiri dari burung, serangga, bebungaan, dan berbagai rupa hewan.
Di awal abad ke-17 aliran Selatan dari Tiongkok dengan pelukis seperti Mi Fu, Shen Zhou, Wen Zhengming, dan lainnya kuat mempengaruhi pelukis Korea, khususnya pelukis nonprofesional. Pelukis profesional sendiri mengikuti gaya istana masa Dinasti Qing yang sebenarnya seperti gaya Selatan dengan proses formalisasi.
Gaya Qing yang ekspresionistik dan individualistik dari aliran Delapan Eksentrik Yangzhou, bagaimanapun tidak menemukan pengikut di masa Joseon.
Bersamaan dengan gaya lukisan Tiongkok selatan, ada sebuah gerakan untuk menggunakan pendekatan tertentu agar mencapai hasil lukisan dengan menggambarkan ekspresi Korea sebenarnya.
Karya Cho Sok, khususnya lukisan tintanya tentang burung, tercatat memberikan keseimbangan antara realisme dan efek desain. Chong Son, pelukis ahli masa Joseon mendedikasikan dirinya untuk melukis tentang pemandangan alam Korea.
Tema favoritnya adalah pendakian terjal menuju Gunung Kumgang yang disebut juga Gunung Berlian (sekarang terletak di Korea Utara). Chong Son menggambarkan tebing berbatu dan hutan menutupi gunung itu dengan membuat karakterisitik garis kerutan yang kuat.
Gaya ini dikenal dengan sebutan “pemandangan alam sebenarnya” dan dimulai oleh Chong Son dan pelukis semasanya. Kemudian, diikuti oleh Kim Hong-do, Sin Yun-bok, dan Kim Tuk-sin yang seluruh lukisannya menggambarkan kehidupan sehari-hari di Korea dengan realisme seringkali dibatasi oleh karikatur.
Dari kelompok ini pelukis paling terkenal adalah Kim Hong-do yang dikenal juga dengan nama Tanwon. Dia juga melukis banyak pemandangan alam Korea dan salah satu dari pelukis Korea pertama yang mempopulerkan genre bertemakan kehidupan sehari-hari dari rakyat jelata.
Sebelum Kim Hong-do ada juga sarjana pelukis seperti Yun Tu-so dan Cho Yong-sok yang menggambarkan kehidupan sehari-hari dari rakyat jelata.
Abad ke-18 dilihat sebagai gelombang pertama dari pengaruh Barat terhadap lukisan Korea yang dibawa ketika rombongan utusan Korea datang ke Beijing, ibukota Dinasti Qing. Mereka mempelajari gaya lukisan Barat dan kembali ke Korea dengna membawa beberapa contoh lukisan bergaya Barat.
Pelukis istana yang turut serta dalam rombongan duta itu akhirnya tertarik untuk merefleksikan gambaran dalam lukisan Barat itu ke dalam gaya lukisan mereka.
Di abad ke-19, Cho Chong-kyu, Chang Sung-o, Cho Sok-chin, dan Ch’ae Yong-sin adalah beberapa pelukis profesional yang aktif. Lukisan mereka halus dan menunjukkan kesan gaya akademik mengurangi gaya individualistik.
Mereka banyak melukis potret luarbiasa dari pejabat Korea dengan memadukan gaya khas Korea dengan unsur bergaya Eropa.
Aktivitas berumur pendek dari sekelompok pelukis yang mengikuti wenrenhua, gaya seni lukis Tiongkok harus diperhatikan ketika gaya akademik secara umum mengalami kemunduran di abad ke-19 Korea.
Mereka semua adalah orang terpelajar yang secara sadar memiliki cita rasa tersendiri untuk memahami semangat pelukis besar masa Dinasti Yuan seperti Ni Zan, dan Huang Gongwang.
Anggota paling terkemuka dari kelompok ini adalah Kim Chong-hui, negarawan yang juga pembuat kaligrafi. Jumlah lukisannya sedikit, dan Chon Ki, pelukis yang mati muda.
Selama masa Joseon, muncul aliran baru bernama minhwa yang menekankan gaya lukisan rakyat. Kebanyakan penikmatnya adalah orang biasa.
Karya dari aliran ini sebagian dibuat oleh anonim yang mengikuti norma dan bentuk dari skala lebih besar, dekorasi cerah berwarna, dan lukisan ritual istana, namun mereka menguranginya ke skala lebih kecil.
Menariknya, beberapa lukisan rakyat ini mengandung materi pokok tentang harimau, burung gagak, dan roh gunung. Hal tersebut tidak ditemukan dalam lukisan istana. Lukisan ini dianggap sebagai jimat yang akan melindungi pemiliknya dan memberikan keluarganya keselamatan dari kejahatan disertai keberuntungan datang menghampiri.
Tema lainnya mencakup sepuluh simbol kehidupan seperti; bangau, rusa, jamur, batu, air, awan, matahari, bulan, pohon pinus, dan kura-kura. Sepasang burung melambangkan percintaan, serangga dan bunga simbol harmoni antara yin dan yang. Tidak lupa tempat penyimpanan buku melambangkan pembelajaran dan kebijaksanan.
Kebanyakan dari lukisan tema ini digambarkan dengan gaya yang datar, simbolis, bahkan abstrak. Disertai berbagai warna mengagumkan.
Tema lukisan penyimpanan buku disebut ch’aekk-ori, berasal dari lukisan istana dan mereflekiskan pengaruh Barat dalam cara menggambarnya untuk membuat kedalaman gambar dari tempat buku itu.Hasilnya unik dari segi isi maupun tekniknya.