HANGGUK.COM – Pada masa awal Joseon, produksi patung religius secara tradisional hampir mati karena Konfusianisme menjadi agama resmi negara.
Meski begitu, Budhisme tetap hidup di kalangan istana dan dianut oleh beberapa ratu, dan kelompok kecil masyarakat. atung perunggu Budha berukuran kecil tetap dibuat.
Di masa akhir periode Joseon, banyak patung Budha berukuran besar beberapa tercatat hingga 7 meter, dibangun dari tanah liat dan diletakkan di pohon yang dikeramatkan. Tubuh mereka disepuh dengan sederhana, sehingga terkesan kaku dengan jubah yang longgar menyerupai bagian kulit. Jubahnya digambarkan dalam situasi yang formal, seperti susunan yang digulung.
Patung sekular termasuk rangkaian patung batu dari pejabat militer, sipil, dan hewan didirikan di depan makam anggota kerajaan dan pejabat tinggi lainnya. Dari segi ukuran patung ini memiliki rentang ukuran berbeda mulai dari satu hingga lebih dari dua meter dalam tinggi.
Patung dari masa awal Joseon menunjukkan bentuk tubuh yang bulat, namun mulai dari sekitar tahun 1600 Masehi, bentuk patung menjadi lebih kaku, berbentuk kotak dengan ukuran kepala yang melebihi biasanya menampilkan mata menonjol dengan tulang pipi yang tinggi.
Beberapa patung dari akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 menunjukkan peningkatan gaya realisme yang nyata.
Seni dekorasi
Walaupun berbagai macam seni dekorasi berkembang pesat di masa Joseon, pembuatan porselen dan tembikar khususnya, sangat penting.
Salah satu jenis keramik populer dari Korea di masa ini dinamai punch’ong. Gaya keramik Korea yang di Jepang dikenal dengan nama mishima. Istilah itu merupakan singkatan dari punjang hoech’ong sagi atau dekorasi seladon mengkilap.
Dekorasi ini termasuk teknik pahatan, menggores, dan memberi gambar pola bunga dengan diisi tanah liat putih, termasuk beberapa aplikasi dari lapisan putih di bawah lapisan putih lainnya. Irisan dan pewarnaan dalam lapisan besi juga turut digunakan setelah lapisan putih selesai dikerjakan.
Teknik ini berubah atau mengalami kemerosotan dibandingkan dengan pahatan seladon masa Koryo yang mana menjadi lebih kasar dan keras di tahap akhirnya. Pengrajin tembikar masa awal Joseon membuat sebuah alat untuk memproduksi efek pahatan lebih cepat dan mudah.
Sebuah stempel dari kayu atau tanah liat dengan titik-titik timbul yang kecil digunakan untuk memproduksi desain dari titik-titik tertekan di seluruh permukaan bejana hanya dalam waktu beberapa menit.
Tanah liat putih kemudian digosokkan ke dalam titik-titik itu dan sampai sisa tanah liat itu menghilang.
Beberapa tembikar masa Joseon dibuat dengan teknik tatahan tradisional, dan ini bisa dibedakan secara langsung dari tembikar masa Koryo dari desain kasar dan kurang majunya teknik tersebut (berbentuk gambar bunga dan binatang). Warnanya adalah hijau keabu-abuan di permukaannya.
Seringnya bentuk dari punch’ong ini berukuran kecil atau sedang seperti ukuran botol anggur, teh, dan mangkok nasi. Banyak barang tersebut yang dibuat di bawah perintah pejabat pemerintahan, namun produksi massal menunjukkan bahwa barang ini mengalami peningkatan produksi karena permintaan dari masyarakat umum.
Tembikar punch’ong ini sangat disukai oleh para penguasa Jepang ketika upacara minum teh dilakukan. Invasi Toyotomi Hideyoshi mengakhiri teknik pembuatan tembikar berlapis seladon dari masa Koryo untuk selamanya. Teknik stempel punch’ong masih digunakan di pulau Okinawa, Jepang selatan.
Porselen putih yang mungkin terinspirasi dari porselen berwarna biru-putih dari masa Dinasti Yuan dan Ming di Tiongkok, dinilai sebagai barang paling praktis digunakan bagi orang Korea biasa.
Porselen putih dari masa sebelum abad ke-16 kekuasaan dinasti Joseon dilapisi dengan sebuah lapisan berwarna putih susu yang bersifat menolak cahaya (devitrifikasi). Barang ini dibuat di ratusan tempat pengrajin baik di pusat maupun milik pribadi. Namun, bagian terbaik sisa dari barang ini berasal dari tempat pengrajin di Kwangju selatan Seoul semasa abad ke-15.
Di samping barang yang sering digunakan, porselen putih juga diizinkan sebagai perlengkapan ritual Konfusianisme dan juga pemujaan leluhur.
Porselen biru dan putih, terinspirasi dari model Dinasti Ming awal, muncul di masa Joseon sekitar pertengahan abad ke-15. Pengrajin tembikar Joseon segera membuat sebuah gaya Korea yang berbeda dari awalnya atau disebut juga gaya Joseon.
Bentuk bejana ini kokoh dan sederhana, dekorasinya terkesan naif dan menyegarkan. Menjaga desain seminimal mungkin agar memberikan penekanan pada latar belakang permukaannya yang putih. Ini juga terjadi dalam desain porselen gaya Joseon.
Porselen putih dan biru Joseon ini diproduksi oleh tempat kerajinan milik pemerintah di Kwangju dekat Seoul. Barang ini dibuat terutama untuk istana dan pejabat tinggi kerajaan. Beberapa tahun kemudian, tembikar dengan kualitas rendah dapat dimiliki oleh rakyat jelata.