HANGGUK.COM – Pada masa awal pendudukan Jepang, tradisi lukisan Korea dipelopori oleh Cho Sok-chin dan An Chung-shik.

Cho adalah pelukis istana terakhir dari masa dinasti Joseon, dan An adalah pelukis pemberani terakhir. Namun, gaya mereka yang sama dikaburkan oleh gaya dari selatan Tiongkok masa Dinasti Qing, dengan penekanan kepada teknik tekanan ujung jari. Pada tahun 1911, keluarga kerajaan Korea mendirikan akademi seni lukis.

Akademi itu mengembangkan gaya tradisional Korea, dan meski dibubarkan pada tahun 1919, sejumlah pelukis ternama berhasil dilahirkan di masa itu. Di tahun 1930 gaya lukisan Korea mulai berubah karena pengaruh dari Jepang dan juga Eropa.

Di tahun 1922 Jepang meresmikan pameran tahunan untuk para seniman Korea. Acara ini dibuat untuk mempromosikan sebuah gaya akademik baru. Satu-satunya fasilitas moderen untuk belajar melukis, baik Asia maupun Eropa, adalah bahasa Jepang. Meskipun ada perlawanan dari kaum tradisionalis, pengaruh Jepang memang tidak tertahankan.

Pelukis terkenal di masa ini adalah Kim Un-ho, Yi Sang-bom, Ko Hui-dong, Yon Kwan-shik, dan No Su-hyon. Setelah Perang Dunia II, lukisan tradisional mulai mengambil gaya ekspresi moderen, seperti bisa dilihat dari hasil karya kelompok pelukis radikal seperti Kim Ki-ch’ang, Pak Nae-hyon, dan Pak No-su.

Seluruh seniman itu sangat terlatih dalam medium lukisan tradisional menggunakan tinta dan cat air. Lukisan mereka mencerminkan komposisi dan warna yang berani serta memiliki kualitas dari seni abstrak original.

Pengenalan gaya Barat melalui Tiongkok di abad ke-18 hampir tidak memiliki catatan sejarah. Tahun 1899 seorang pelukis Belanda diundang ke istana untuk melukis potret raja dan putra mahkota. Tentu saja ini dirasa menghina para pelukis tradisional istana.

Ketika Ko Hui-dong kembali dai masa studi mempelajari teknik lukisan cat minyak di Jepang, dia diejek di depan umum ketika ingin melukis menggunakan cat minyak. Akhirnya, dia menyerah dan kembali ke gaya lukisan tradisional Korea.

Meskipun begitu, beberapa orang siswa mengikuti jejaknya pergi ke Tokyo mempelajari teknik lukisan cat minyak. Lukisan gaya baru ini segera menjadi aktivitas seni yang dominan. Selama pendudukan Jepang, gaya paling umum dari lukisan cat minyak Korea menampilkan potret sederhana tentang sekolah yang berakar pada tradisi Impresionisme.

Pelukis terkenal dari aliran ini adalah Yi Chong-u, To Sang-bong, Kim In-sung, dan Pak Tuk-sun.

Selanjutnya, selain medium baru menggunakan minyak, seni Barat memperkenalkan penggambaran realistis dengan ilusi tiga dimensi, dan sebuah konsep yang menyatakan bahwa seni adalah perwujudan pikiran pribadi, bukan pekerjaan.

Karena sebagian besar perubahan terjadi dalam kehidupan orang Korea selama masa pendudukan Jepang dari 1910 sampai 1945, seni moderen yang diperkenalkan di sana dibiaskan oleh pemerintahan pendudukan Jepang.

Di masa akhir pendudukan Jepang, gaya lukisan moderen Korea berkembang ke dua arah; lukisan gaya Barat yang dilakukan dan dilatih oleh seniman Jepang serta menghasilkan karyawan seperti Ko Hui-dong, Lee In-sung, dan Kim Hwan-ki.

Satu lagi merupakan lukisan gaya Timur yang dipraktikkan oleh para seniman mencakup Lee Sang-bom dan Kim Eun-he. Mereka menggunakan tinta tradisional atau tinta berwarna dalam melukis.

Pertengahan tahun 1950-an muncul gerakan yang dipelopori seniman muda disebut Informel. Gerakan ini mengekspresikan sebuah ketertarikan dari spontanitas dan subjektivitas ekspresi dari seni abstrak Barat kontemporer.

Seni Monokrom muncul tahun 1970an sebagai upaya untuk membuat seni lukisan Korea yang sesungguhnya. Mengambil permukaan datar sebagai kanvas untuk mengkekspresikan harmoni antara rasa pasif, tenang, dan meditatif.

Selama tahun 1980 para pelukis yang disebut Minjung Misul atau Seniman Rakyat mulai mengeksplorasi cipta bertema sosial dan terkait dengan protes politik di dekade tersebut.

Disitat Hangguk.com dari Britannica.^_^

Categorized in:

Tagged in: