HANGGUK.COM – Semenjak tahun 372 Masehi, Akademi Konfusius didirikan di Kerajaan Goguryeo, di sebelah utara Semenanjung Korea.
Ratu Seondeok dari Kerajaan Silla menerima penyebar Konfusianisme di istananya tahun 636.
Beberapa waktu kemudian, Kerajaan Silla yang Bersatu mengontrol penuh kekuasaan di Semenanjung Korea.
Pendirian sebuah Akademi Konfusius Negara (Gukhak) dilakukan tahun 682. Sekolah tersebut didekorasi ulang tahun 713 dengan menambahkan beberapa potret dari sang guru utama, Konfusius.
Tahun 750, sekolah itu berganti nama menjadi Universitas Negeri Konfusius. Di samping mempelajari Konfusianisme di Korea, para anak muda utamanya dari keluarga bangsawan mempelajari langsung Konfusianisme di tanah asalnya, Tiongkok. Di sana mereka lebih bisa mempelajari secara mendalam teks klasik Konfusiansime.
Selain itu mereka juga mengikuti ujian administratif untuk menjadi pegawai negeri di Tiongkok. Di kemudian hari pengalaman menimba ilmu dan bekerja di Tiongkok itu akan mereka bawa pulang ke Korea.
Tahun 788, sebuah ujian administratif untuk menjadi pegawai negeri didasarkan pada teks-teks Konfusian diperkenalkan di Korea dengan mengikuti model yang diterapkan di Tiongkok.
Pertanyaan yang terdapat dalam ujian itu didasarkan pada dua teks Konfusius berjudul Analects, dan Classic of Filial Piety. Kedua teks ini mengandung percakapan dan perkataan tentang ajaran Konfusianisme. Selain itu teks ini sangat relevan dengan kebiasaan dan sikap yang harus ditunjukkan kepada orang yang lebih tinggi derajatnya.
Tidak lupa, pentingnya hubungan antar manusia menuju pemerintahan yang baik. Di abad ke 11, didirikan 12 Akademi Konfusius lainnya yang dikenal dengan nama Dua Belas Majelis (Sibi to).
Salah satu pengajar terkenalnya bernama Choe Chung (984-1068). Dia terkenal dengan julukannya sebagai “Konfusius dari Korea”.
Tahun 1055 dia mendirikan sekolah swasta Konfusius yang bernama Sekolah Sembilan Pelajaran (Kujae haktang). Karena di sekolah ini ada sembilan tempat untuk belajar.
Konfusianisme tidak serta merta menjadi ajaran ajeg. Dari abad ke 14, ada aliran baru terbentuk yang diberi nama Neo-Konfusianisme.
Neo Konfusianisme terpengaruh ajaran Budha. Aliran ini juga memperhatikan kedudukan perempuan dan juga haknya di sistem sosial masyarakat Korea. Tentunya, ini memiliki perbedaan dengan Konfusianisme yang asli.
Disitat Hangguk.com dari Ancient.^_^